oleh Edi
Dengan dasdestastes tanpa fafitu saya menyatakan kurang setuju jika anak-anak "dituntut untuk memahami" para orang dewasa. Sebagai mantan anak-anak yang masih kekanak-kanakan, saya merasa memahami orang (yang katanya) dewasa itu _uwangel pol_ , jangankan memahami mereka memahami diri sendiri saja masih sering salah.
Bagian yang saya tidak setuju adalah "dituntut memahami" entah menuntut secara sadar atau tidak. Dituntut memahami tentu berbeda dengan anak memahami, jika anak paham dengan orang dewasa itu sebuah hadiah, tetapi jika anak tidak paham itu hal yang biasa saja, toh orang dewasa yang seharusnya mengerti, memahami, dan paham terhadap anak-anak dan dunianya dengan catatan "jangan memaksakan" dunia orang dewasa ke dalam dunia anak-anak, biarkan anak tumbuh dengan dunia serta imajinasi mereka sendiri, para orang dewasa mengawasi dan memastikan dunia mereka menyenangkan dan asik.
Beberapa waktu yang lalu, saya ngobrol dengan seorang kawan kecil (umur sekitar 3-4 tahun) dan disaksikan orang tuanya. Sebut saja namanya, Dewi.
A : Wi, besok sekolah tidak?
D : Tidak, Om. Besok hari minggu, libur (jawabannya diajarin orang tua)
A : Terus kalau minggu kamu ngapain di rumah?
D : Ngerjain tugas (dijawab sendiri dengan tegas tanpa dibantu siapapun)
Mungkin, percakapan itu terasa biasa saja, tetapi bagaimana bisa anak sekecil itu bisa menjawab dengan tegas kalau hari minggu mengerjakan tugas? Awalnya saya pikir anak itu akan menjawab, "bermain, Om" ternyata jawabanya membuat kaget mantan anak-anak yang masih kekanak-kanakan ini.
Mendengar jawaban tersebut, jiwa kekanak-kanakanku meronta, muncul berbagai pertanyaan imajinatif yang tentunya tidak terlalu menarik untuk dibahas dan dibaca oleh orang dewasa. Ingin rasanya mengatakan, "bermain saja! Minggu kok memgerjakan tugas. Besok dewasa tugas dan tuntutanmu banyak lho".
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada orang-orang dewasa di luar sana, saya hanya ingin anak-anak tidak terlalu dibebani dengan persoalan-persoalan masa depan. Biarkan anak tumbuh, biarkan bermain, dan biarkan anak menikmati dunia kecilnya. Urusan pembelajaran dan pendidikan ajarkanlah dan sampaikanlah, tetapi penyampaian, metode, serta pola _mbokya_ yang sejalan dengan dunia anak-anak.
Kembali lagi ke awal tulisan, bagian yang saya tidak setuju adalah "dituntut", dan alangkah asiknya ketika bisa diganti dengan "menumbuhkan". Dituntut paham diganti dengan menumbuhkan pemahaman, dituntut bisa diganti dengan menumbuhkan kebiasaan, dituntut menjadi anak baik diganti dengan menumbuhkan kebaikan. Menumbuhkan adalah usaha untuk membuat tumbuh, wilayah kita hanya menyirami, memupuk, dan menjaga agar mendapat sinar matahari yang cukup, urusan tumbuh atau tidak, tumbuh seberapa, dan arah tumbuhnya ke mana, itu urusan yang memiliki kehidupan.
Tulisan ini bukan kebenaran, hanya sekadar suara nyanyian sumbang yang belum disadari kesalahannya. Mohon maaf, Bintang kecil di langit yang gelap!
Komentar
Posting Komentar